Senin, 27 Januari 2014

Makalah Teori Sigmund Freud



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. karena berkat rahmat dan karunia-Nya jualah akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Teori Psikoanalisis Sigmund Freud” tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat untuk memberikan tambahan wawasan ilmu tentang teori psikoanalisis Sigmund Freud, biografi Sigmun Freud, pembahasan tentang struktur kepribadian, dinamika kepribadian serta perkembangan kepribadian menurut Sigmun Freud.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan, arahan, saran, serta bantuan yang telah diberikan untuk menjadikan makalah ini lebih baik, kepada:
1.     Dwi Meiliyana, M.Psi, Psikolog selaku dosen pengempu mata kuliah Psikologi Kepribadian 1,
2.    Orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil dan doanya selama ini sehingga makalah ini selesai tepat waktu,
3.   Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmat dan hidayah-Nya atas segala amal perbuatan yang diberikan.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Penulis juga berusaha semaksimal mungkin dalam  penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat menyempurnakan penulisan makalah ini.
 Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penyusunan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, Selasa, 01 Oktober 2013


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………      i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………     ii
BAB I        PENDAHULUAN …………………………………………………………     1
                   1.1 Latar Belakang …………………………………………………………    2
                   1.2  Rumusan Masalah………………………………………………………    2
                   1.3  Batasan Masalah  ………………………………………………………    2
                   1.4  Tujuan Penulisan ………………………………………………………    2
                   1.5  Metode Penulisan………………………………………………………    2
BAB II      PEMBAHASAN  …………………………………………………………      3
                   2.1  Biografi Sigmund Freud ………………………………………………     3
                   2.2  Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud ……………………………     3
                   2.3  Struktur Kepribadian  …………………………………………………         4  
                          2.3.1  Tingkat Kehidupan Mental   ……………………………………    4
                          2.3.2  Wilayah Pikiran…………………………………………………    4
                   2.4  Dinamika Kepribadian…………………………………………………   6 
                          2.4.1  Insting Sebagai Energi Psikis……………………………………   6
                          2.4.2  Jenis-Jenis Insting ………………………………………………    7
                          2.4.3  Kecemasan………………………………………………………    8
                          2.4.4  Mekanisme Pertahanan Ego ……………………………………    9
                   2.5  Perkembangan Kepribadian……………………………………………  11
BAB III     PENUTUP…………………………………………………………………   12
                   3.1  Kesimpulan ……………………………………………………………  12
                   3.2 Saran ..…………………………………………………………………  13
DAFTAR PUSTAKA 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai kepribadian baik. Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka dengan adanya mata kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pribadi yang mempunyai kepribadian yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari. Psikologi kepribadian adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi. Psikologi kepribadian merupakan salah satu ilmu dasar yang penting guna memahami ilmu psikologi. Manusia sebagai objek material dalam pembelajaran ilmu psikologi tentu memiliki kepribadian dan watak yang berbeda satu dengan yang lainnya bahkan tidak semua orang dapat memahami kepribadian dirinya sendiri. Hal itulah yang menjadi latar belakang kami membuat makalah tentang teori psikoanalisis Sigmund Freud, seperti yang kita ketahui, bahwa teori kepribadian Sigmund Freud adalah yang paling kontroversial. Teori Psikoanalisis, menjadi teori yang paling komprehensif diantara teori kepribadian lainnya.
  
1.2  Rumusan Masalah

1.    Bagaimanakah teori kepribadian psikoanalisis menurut Sigmund Freud ?
2.    Apa saja yang dibahas mengenai kepribadian yang diungkapkan oleh Freud ?

1.3  Batasan Masalah

1.      Biografi Sigmund Freud
2.      Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
3.      Struktur Kepribadian
4.      Dinamika Kepribadian
5.      Perkembangan Kepribadian

1.4  Tujuan Penulisan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai teori psikoanalisis Sigmund Freud, biografi Sigmund Freud, struktur kepribadian, dinamika kepribadian serta perkembangan kepribadian menurut Sigmun Freud. Selain itu tim penulis mengharapkan dengan adanya makalah ini maka pembaca akan lebih memahami tentang apa yang ditulis dalam makalah ini.

1.5  Metode Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam penulisan makalah ini adalah pustaka. Metode pustaka yaitu dengan mencari beberapa referensi dari berbagai judul buku. Dan dari referensi itu dirangkum dan dikumpulkan serta diambil kesimpulan sehingga makalah ini selesai.
 

BAB II
PEMBAHASAN

2.1                       Biografi Sigmund Freud

Bapak Psikoanalisis Sigmund Freud lahir di Moravia, 6 mei 1856 dan meninggal di London, 23 september 1939 berasal dari keluarga Yahudi. Mempunyai seorang isteri bernama Martha Barneys dan mempunyai 6 orang anak, seorang putrinya, Anna Freud menjadi penganut freudinamisme.
Sigmund Freud masuk Fakultas Kedokteran Universitas Wina pada tahun 1873-1881, spesialisasi dokter ahli syaraf dan penyakit jiwa (psikiatri). Pada tahun 1894 Freud belajar terapi histeri pada Jean Caharcot di Paris. Tahun 1895 ia kembali ke Wina bekerja sama dengan Dr. Joseph Breuer, dengan metode asosiasi bebas. Tahun 1895 Freud bersama Breuer menulis tentang kasus-kasus histeri. Tahun 1902 ia membentuk kelompok psikologi di Wina. Tahun 1908 Freud diundang oleh George Stanley Hall ke USA dan memberi ceramah-ceramah pada pertemuan-pertemuan Dies Natalis Universitas Clark. Freud menjadi terkenal di seluruh dunia. Tahun 1909 Freud digabungi oleh Alfred Adler dan Carl Gustav Jung. Tahun 1923 Freud kena penyakit kanker rahang dan pernah dioperasi sampai 30 kali. Tahun 1928 Nazi berkuasa di Austria, Freud menyingkir ke Inggris dan meninggal dunia di London 1939.

2.2                       Dasar Teori Psikoanalisis Sigmund Freud

Sumbangan Freud dalam teori psikologi kepribadian substansial sekaligus di antara teori kepribadian substansial sekaligus kontroversial. Teori Psikoanalisis menjadi teori yang paling komprehensif di antara teori kepribadian lainnya, namun juga mendapat tanggapan yang banyak baik tanggapan positif maupun negatif. Peran penting dari ketidaksadaran beserta insting-insting seks dan agresi yang ada di dalamnya dalam pengaturan tingkah laku, menjadi karya/temuan monumental Freud. Sistematik yang dipakai Freud dalam mendiskripsi kepribadian menjadi tiga pokok yaitu : struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian.

2.3      Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar, prasadar, dan tak sadar. Pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama tetapi melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya.
2.3.1 Tingkat Kehidupan Mental
1.    Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan, dan ingatan) yang masuk ke kesadaran (consciousness).
2.    Prasadar (Preconscious)
Prasadar disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar.
3.    Taksadar (Unconscious)
Taksadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dri jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalam-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar.
2.3.2 Wilayah Pikiran
1.  Id (Das Es)
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah tak sadar, mewakili subjektivitas yang tidak pernah sisadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Plesure principle diproses dengan dua cara :
a.    Tindak Refleks (Refleks Actions)
Adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan.
b.   Proses Primer (Primery Process)
Adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar-benar salah, tidak tahu moral. Alasan inilah yang kemudian membuat id memunculkan ego.
2.  Ego (Das Ich)
Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle) usaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan.
Ego adalah eksekutif atau pelaksana dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama ; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan id, karena itu ego yang tidak memiliki energi sendiri akan memperoleh energi dari id.
3.  Superego (Das Ueber Ich)
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (edialistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego, ia tak punya sumber energinya sendiri. Akan tetapi, superego berbeda dari ego dalam satu hal penting – superego tak punya kontak dengan dunia luar sehingga tuntutan superego akan kesempurnaan pun menjadi tidak realistis.
Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip yakni suara hati (conscience) dan ego ideal. Freud tidak membedakan prinsip ini secara jelas tetapi secara umum, suara hati lahir dari pengalaman-pengalaman mendapatkan hukuman atas perilaku yang tidak pantas dan mengajari kita tentang hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan, sedangkan ego ideal berkembang dari pengalaman mendapatkan imbalan atas perilaku yang tepat dan mengarahkan kita pada hal-hal yang sebaiknya dilakukan.
Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Ada tiga fungsi superego ; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, (3) mengejar kesempurnaan.

2.4  Dinamika Kepribadian
Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi kepribadian. Sehingga, Freud mengusulkan sebuah dinamika atau prinsip motivasional untuk menerangkan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan manusia. Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.
2.4.1 Insting Sebagai Energi Psikis
Insting adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan misalnya insting lapar berasal dari kebutuhan tubuh secara fisiologis sebagai kekurangan nutrisi, dan secara psikologis dalam bentuk keinginan makan. Hasrat, atau motivasi, atau dorongan dari insting secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan enerji dari seluruh insting yang dimiliki seseorang merupakan enerji yang tersedia untuk menggerakkan proses kepribadian. Enerji insting dapat dijelaskan dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong (impetus) yang dimilikinya :
1.      Sumber insting : adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar.
2.      Tujuan insting : adalah menghilangakan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidakenakan yang timbul karena adanya tegangan yang disebabkan oleh meningkatnya energi dapat ditiadakan. Misalnya, tujuan insting lapar (makan) ialah menghilangkan keadaan kekurangan makan, dengan cara makan.
3.      Obyek insting : adalah segala aktivitas yang menjadi perantara keinginan dan terpenuhinya keinginan itu. Jadi tidak hanya terbatas pada bendanya saja, tetapi termasuk pula cara-cara memenuhi kebutuhan yang timbul karena isnting itu. Misalnya, obyek insting lapar bukan hanya makanan, tetapi meliputi kegiatan mencari uang, membeli makanan dan menyajikan makanan itu.
4.      Pendorong atau penggerak insting : adalah kekuatan insting itu, yang tergantung kepada intensitas (besar-kecilnya) kebutuhan. Misalnya, makin lapar orang (sampai batas tertentu) penggerak insting makannya makin besar.
2.4.2 Jenis-Jenis Insting
1. Insting Hidup (Life Instinct)
Insting hidup disebut juga Eros adalah dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar,haus dan seks. Bentuk enerji yang dipakai oleh insting hidup itu disebut “libido”. Walaupun Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting hidup, namun dalam kenyataannya yang paling diutamakan adalah insting seksual (terutama pada masa-masa permulaan,sampai kira-kira tahun 1920). Dalam pada itu sebenarnya insting seksual bukanlah hanya untuk satu insting saja, melainkan sekumpulan insting-insting, karena ada bermacam-macam kebutuhan jasmaniah yang menimbulkan keinginan-keinginan erotis.
2. Insting Mati (Death Instinct)
Insting mati disebut juga insting-insting merusak (destruktif). Insting ini berfungsinya kurang jelas jika dibandingkan dengan insting hidup, karenanya tidak begitu dikenal. Akan tetapi adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa tiap orang itu pada akhirnya akan mati juga. Inilah yang menyebabkan Freud merumuskan bahwa “Tujuan semua hidup adalah mati” (1920). Suatu derivatif insting mati yang terpenting adalah dorongan agresif. Sifat agresif adalah pengrusakan diri yang diubah dengan obyek subtitusi.

Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan dengan menggigit, menguyah dan menelan makanan.
2.4.3 Kecemasan
Kecemasan (anxiety) adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Biasanya reaksi individu terhadap ancaman ketidaksenangan dan pengrusakan yang belum dihadapinya ialah menjadi cemas atau takut. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang mengamankan ego karena memberi sinyal ada bahaya di depan mata.
Kecemasan akan timbul manakala orang tidak siap menghadapi ancaman. Hanya ego yang bisa memproduksi atau merasakan kecemasan. Akan tetapi, baik id, superego, maupun dunia luar terkait dalam salah satu dari tiga jenis kecemasan: realistis, neurotis dan moral. Ketergantungan ego pada id menyebabkan munculnya kecemasan neurosis, sedangkan ketergantungan ego pada superego memunculkan kecemasan moral, dan ketergantungannya pada dunia luar mengakibatkan kecemasan realistis.
1.    Kecemasan Realistis (Realistic Anxiety)
Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi asal muasal timbulnya kecemasan neurotis dan kecemasan moral.
2.    Kecemasan Neurotis (Neurotic Anxiety)
Adalah ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau figur penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang diyakininya bakal menuai hukuman. Hukuman belum tentu diterimanya, karena orang tua belum tentu mengetahui pelanggaran yang dilakukannya, dan misalnya orang tua mengetahui juga belum tentu menjatuhkan hukuman. Jadi, hukuman dan figur pemberi hukuman dalam kecemasan neurotis bersifat khayalan.



3.    Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Adalah kecemasan kata hati, kecemasan ini timbul ketika orang melanggar standar nilai orang tua. Kecemasan moral dan kecemasan neurotis tampak mirip, tetapi memiliki perbedaan prinsip yakni : tingkat kontrol ego pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam memikirkan masalahnya sedang pada kecemasan neurotis orang dalam keadaan distres – terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berfikir jelas.
2.4.4 Mekanisme Pertahanan Ego
Freud mengartikan mekanisme pertahanan ego (ego defense mechanism) sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.
Menurut Freud mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak macamnya, adapun mekanisme yang banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari ada tujuh macam, yaitu :
1.    Identifikasi (Identification)
Cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Diri orang lain diidentifikasi tetapi cukup hal-hal yang dianggap dapat membantu mencapai tujuan diri. Terkadang sukar menentukan sifat mana yang membuat tokoh itu sukses sehingga orang harus mencoba mengidentifikasi beberapa sifat sebelum menemukan mana yang ternyata membantu meredakan tegangan. Apabila yang ditiru sesuatu yang positif disebut Introyeksi.
Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan, yaitu :
a.    Merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu (obyek) yang telah hilang.
b.   Untuk mengatasi rasa takut.
c.    Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan khayalan mental dengan kenyataan.

2.    Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)
Manakala obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapt dicapai karena ada rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres kembali ke ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat mereduksi tegangan.
Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi antara tuntutan insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi. Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu :
a.    Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi, diterima masyarakat sebagai kultural kreatif.
b.   Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih mirip dengan kepuasan aslinya.
c.    Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain.
3.    Represi (Repression)
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran.
4.    Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu.
Frustasi, kecemasa dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi
5.    Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri.
6.    Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.
7.    Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi : bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta-reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif

2.5  Perkembangan Kepribadian
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan terutama oleh perkembangan biologis, sehingga tahap ini disebut juga tahap seksual infantil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks, dan perkembangan biologis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilih menjadi pusat kepuasan seksual (erogenus zone)

1.    Fase Oral (Usia 0 – 1 tahun)
Fase oral adalah fase perkembangan yang berlangsung pada tahun pertama dari kehidupan individu. Pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan peka adalah mulut, yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau air. Stimulasi atau perangsangan atas mulut seperti mengisap, bagi bayi merupakan tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan.
2.    Fase Anal (Usia 1 – 2/3 tahun)
Fase ini dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga dari kehidupan. Pada fase ini, fokus dari energi libidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur serta kesenangan atau kepuasan diperoleh dari kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau menahan faeces (kotoran) pada fase ini pulalah anak mulai diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan oleh orang tuanya melalui toilet training, yakni latihan mengenai bagaimana dan dimana seharusnya seorang anak membuang kotorannya.
3.    Fase Falis (Usia 2/3 – 5/6 tahun)
Fase falis (phallic) ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur ke daerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik kepada alat kelaminnya sendiri, dan mempermainkannya dengan maksud memperoleh kepuasan. Pada fase ini masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan). Oedipus complex adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya (ingin memiliki perhatian lebih dari ibunya) dan menyingkirkan ayahnya, sebaliknya anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan menyingkirkan ibunya.
4.    Fase Laten (Usia 5/6 – 12/13 tahun)
Fase ini pada usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan impuls seksual. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi, fase laten lebih sebagai fenomena biologis, alih-alih bagian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan kepuasan non seksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Dan pada fase ini anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dan lebih mudah dididik dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).
5.    Fase Genital
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertumbuhan tanda seksual primer. Pada fase ini kateksis genital mempunyai sifat narkistik : individu mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase ini, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek diluar, seperti : berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga.  



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam teori psikoanalisis, kepribadian dipandang sebagai suatu struktur yang terdiri dari tiga unsur atau sistem yakni id, ego dan superego ketiga sistem kepribadian ini satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas.
1.         Id, adalah sistem kepribadian yang paling dasar, yang didalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Untuk  dua sistem yang lainnya, id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh sistem-sistem terebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Dalam menjalankan fungsi dan operasinya, id bertujuan untuk menghindari keadaan tidak menyenangkan dan mencapai keadaan yang menyenangkan.
2.     Ego, adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek tentang kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Ego tebentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego adalah upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi tegangan oleh individu.
3.        Superego,  adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik-buruk). Adapun fungsi utama dari superego adalah :
·   Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls teresbut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
·    Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari pada dengan kenyataan.
·      Mendorong individu kepada kesempurnaan.

Freud menyatakan gagasan bahwa energy fisik bisa diubah menjadi energy psikis, dan sebaliknya. Yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah id dengan naluri-nalurinya (insting).
1.    Insting
2.    Macam-macam insting
3.    Penyaluran dan penggunaan energi psikis
4.    Kecemasan
5.    Mekanisme Pertahanan Ego, yang dapat diuraikan menjadi tujuh macam mekanisme pertahanan ego, yaitu :
·       Identifikasi
·       Displecement
·       Represi
·       Fiksasi and Regresi
·       Proyeksi
·       Introyeksi
·       Pembentukan Reaksi
Freud menyatakan bahwa pada manusia terdapat lima fase atau tahapan perkembangan yang kesemuanya menentukan bagi pembentukan kepribadian. Lima fase tersebut adalah :
1.    Fase Oral
2.    Fase Anal
3.    Fase Falis
4.    Fase Laten
5.    Fase Genital

3.2 Saran
Dalam pembentukan suatu kepribadian sangat penting pengaruh peran dalam keluarga terutama orang tua. Sehingga sejak dini dibentuk, diajarkan dan dibiasakan berkepribadian yang baik. Keluarga memberi teladan, sikap, tingkah laku, berkomunikasi yang baik dengan tetangga serta lingkungan masyarakat. Mari kita pelajari tentang keperibadian diri, agar kita dapat bersikap baik, sopan, dan tidak bersikap kasar terhadap orang lain. Dengan mempelajari kepribadian diri kita dapat mengubah diri kita menjadi orang yang professional. 


DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang:  UMM Press.
Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Koswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
 

 

15 komentar:

  1. thanks kak, makalahnya membantu banget :D dan isin blognya keren

    BalasHapus
  2. makalahnya bagus dapat memperjelas pemahaman tentang teori dari tokoh ini

    BalasHapus
  3. makalahnya bagus dapat memperjelas pemahaman tentang teori dari tokoh ini

    BalasHapus
  4. thnks banget sumpah makalahnya kak... membantu banget..

    BalasHapus
  5. kak,untuk sumbernya bagaimana ya kak,bisa bantu cari tahu gak kak?

    BalasHapus
  6. Saya mohon izin ambil maklumat sebagai rujukan pembelajaran

    BalasHapus
  7. Saya mohon izin ambil maklumat sebagai rujukan pembelajaran

    BalasHapus
  8. thanks sangat bermanfaat sekali
    http://http%3A%2F%2Fblog.binadarma.ac.id%2Fherisuroyo%2F.wordpress.com

    BalasHapus
  9. thanks bisa menambah pemahaman.. izin share... menmbah referensi..

    BalasHapus