Senin, 27 Januari 2014

Makalah Teori Carl Gustav Jung



BAB II
PEMBAHASAN

2.1   Sejarah Carl Gustav Jung
          Carl Gustav Jung lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di sebuah desa kecil di Swiss bernama Kessewil. Ayahnya bernama Paul Jung, seorang pendeta desa dan ibunya bernama Emilie Preiswerk Jung. Ida lahir di tengah keluarga besar yang cukup pendidikan. Di antara anggota keluarga besar Jung senior, ada yang jadi pendeta dan punya pikiran yang eksentrik.
            Jung senior mulai mengajari Jung bahasa latin ketika dia berumur 6 tahun, dan inilah yang menjadi awal minatnya pada bahasa dan sastra –khususnya sastra kuno. Di samping bahasa-bahasa Eropa Barat modern, Jung dapat membaca beberapa bahasa kuno, termasuk Sanskerta.
            Semasa remaja, Jung adalah seorang yang penyendiri, tertutup dan sedikit tidak peduli dengan masalah sekolah, apalagi dia tidak punya semangat bersaing. Dia kemudian dimasukkan ke sekolah asrama di Basel, Swiss. Di sini, dia merasa tertekan karena dicemburui oleh teman-temannya. Lalu dia mulai sering bolos dan pulang ke rumah dengan alasan sakit.
                     Walaupun awalnya bidang yang dia pilih adalah arkeologi, namun dia masuk ke fakultas kedokteran di University of Basel. Karena bekerja bersama neurolog terkenal, Kraft-Ebing, dia kemudian menetapkan psikiatri sebagai karier pilihannya.
Setelah lulus, dia bekerja di Burghoeltzli Mental Hospital di Zurich di bawah bimbingan Eugene Bleuler, seorang pakar dan penemu skizofrenia. Tahun 1903, dia menikahi Emma Rauschenbach. Dia juga mengajar di University of Zurich, membuka praktik psikiatri dan menemukan beberapa istilah yang masih tetap dipakai sampai sekarang.

Jung sangat mengagumi Freud, dan berkesempatan bertemu pada tahun 1907. Pada pertemuan pertama itu, Freud membatalkan kegiatannya dan mereka berbincang-bincang selama 13 jam. Dampak pertemuan ini sangat luar biasa bagi kedua pemikir ini. Freud akhirnya menyadari bahwa Jung-lah “Putra Mahkota” psikoanalisis dan pewaris takhtanya.
Namun Jung tidak sepenuhnya berpegang pada teori Freud. Hubungan mereka mernggang pada tahun 1909, sewaktu keduanya pergi ke Amerika. Dalam sebuah pertemuan, keduanya berdebat panjang tentang mimpi masing-masing dan Freud mulai membantah analisis Jung dengan cara yang tidak cantik. Akhirnya dia menyerah dan mengusulkan agar perdebatan mereka dihentikan, kalau dia tidak ingin otoritasnya hancur. Jung, sangat kecewa dengan kejadian ini.
Perang Dunia Pertama adalah masa-masa menyakitkan bagi Jung. Tapi pada masa ini Jung melahirkan teori-teori kepribadian yang dikenal sampai sekarang.
Setelah perang berakhir, Jung melakukan perjalanan ke berbagai negara, misalnya, ke suku-suku primitif di Afrika, Amerika dan India. Dia pensiun pada tahun 1946 dan menarik diri dari kehidupan umum setelah istrinya meninggal di tahun 1955. Carl Gustav Jung meninggal pada tangga 6 Juni 1961 di Zurich.

2.2   Dasar-dasar Teori Analatik Jung
Teori kepribadian Jung dipandang sebagai teori psikoanalitik karena tekanannya pada proses-proses tak sadar, namun berbeda dalam sejumlah hal penting dengan teori kepribadian Freud. Menurut Jung, tingkah laku manusia ditentukan tidak hanya oleh sejarah individu dan rasi (kausalitas) tetapi juga oleh tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasi (teleologi). Baik masa lampau sebagai aktualitas maupun masa depan sebagai potensialitas sama-sama membimbing tingkah laku orang sekarang. Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dalam arti bahwa ia melihat ke depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau. Bagi Freud, hanya ada pengulangan yang tak habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal menjelang. Bagi Jung, ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian ke arah keparipurnaan dan kepenuhan, serta kerinduan untuk lahir kembali.
Teori Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung melihat kepribadian individu sebagai produk dan wadah sejarah leluhur. Freud menekankan asal-usul kepribadian pada kanak-kanak sedangkan Jung menekankan asal-usul kepribadian pada ras.

2.3     Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung
1.      Kesadaran (Consciusness)
Consciousness muncul pada awal kehidupan, bahkan mungkin sebelum dilahirkan. Secara berangsur kesadaran bayi yang umum-kasar, menjadi semakin spesifik ketika bayi itu mengenal manusia dan obyek disekitarnya.
Menurut jung, hasil pertama dari proses diferensiasi kesadaran itu adalah ego.

2.      Ego
      Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi-persepsi,ingatan-ingatan,pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sadar. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang,dan dari segi pandangan sang pribadi ego dipandang berada pada kesadaran.

3.      Ketidaksadaran Pribadi (Personal Unconscius) dan kompleks (Complexes)
Ketidaksadaran pribadi adalah daerah yang berdekatan dengan ego. Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman-pengalaman yang pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan serta pengalaman-pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada sang pribadi. Kompleks-kompleks. Kompleks adalah kelompok yang terorganisasi atau konstelasi perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, persepsi-persepsi, ingatan-ingatan, yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Kompleks memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik atau “mengkonstelasikan” berbagai pengalaman kearahnya. (Jung,1934).

4.      Ketidaksadaran Kolektif (Collective Unconscius)
Ketidaksadaran kolektif adalah gudang bekas-bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang, masa lampau yang meliputi tidak hanya sejarah ras manusia sebagai suatu spesies tersendiri tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikik perkembangan evolusi manusia, sisa yang menumpuk sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang berulang selama banyak generasi. Semua manusia kurang lebih memiliki ketidaksadaran kolektif yang sama. Jung menghubungkan sifat universal ketidaksadaran kolektif itu dengan kesamaan stuktur otak pada semua ras manusia dan kesamaan ini sendiri disebabkan oleh evolusi umum.

a.       Arkhetipe-Arkhetipe
Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang besar. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaran atau visi-visi yang dalam kehidupan sadar normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi.

b.      Persona
Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta terhadap kebutuhan-kebutuhan arkhetipal sendiri(Jung,1945). Tujuan topeng adalah untuk menciptakan kesan tertentu pada orang-orang lain dan sering kali, meski tidak selalu, ia menyembunyikan hakikat sang pribadi yang sebenarnya.

c.       Anima dan animus
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk biseksual. Pada tingakat fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun perempuan, demikian juga wanita.Pada tingkat psikologis,sifat-sifat maskulin dan feminin terdapat pada kedua jenis. Jung mengaitkan sisi feminine kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe fenimin pada pria disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus (Jung,1945,1945b).

d.      Bayang-bayang (Shadow)
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Sebagai arkhetipe, bayang-bayang melahirkan dalam diri kita konsepsi tentang dosa asal; apabila bayang-bayang diproyeksikan keluar maka ia menjadi iblis atau musuh.
e.       Diri (Self)
Arkhetipe yang mencerminkan perjuangan manusia kearah kesatuan (Wilhelm dan Jung 1931). Diri adalah titk pusat kepribadian, disekitar mana semua sistem lain terkonstelasikan. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada kepribadian.

f.        Simbolisasi (Symbolization)
Simbol adalah tanda yang tampak yang mewakili hal lain (yang tidak tampak). Arsetip yang terbenam di dalam taksadar kolektif hanya dapat mengekspresikan diri melalui symbol-simbol. Hanya dengan menginterpretasi symbol-simbol ini, yang muncul dalam mimpi, fantasi, penampakan (vision), mythe, seni, dll, dapat diperoleh pengetahuan mengenai taksadar kolektif dan arsetipnya.
Simbol beroperasi dalam dua cara. Pertama, dalam bentuk retrospektif, dibimbing oleh insting symbol mungkin secara sederhana menunjukkan impuls yang karena alasan tertentu tidak terpuaskan. Kedua, dalam bentuk prospektif, dibimbing oleh tujuan akhir kemanusiaan, simbol mengekspresikan kumpulan kebijaksanaan yang telah dicapai, yang dapat diterapkan pada masa yang akan datang.

4.      Sikap
Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian,yakni sikap ekstraversi dan sikap introversi. Sikap ektraversi mengarah sang pribadi ke dunia luar, dunia objetif; sikap introversi mengarahkan orang ke dunia dalam,dunia subjektif (1921). Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar. Apabila ego lebih bersifat ekstavert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert. Misalnya,  jika seseorang egonya bersifat ekstraversi dalam hubungnnya dengan dunia luar, termasuk orang lain, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat intoversi. Bila orang egonya bersifat intoversi, kearah kepada dunia dalam yang bersifat subjektif, maka ketidaksadaran pribadinya bersifat ekstaversi. 

5.      Fungsi
Ada empat fungsi psikologis fundamental:
a.       Pikiran. Berpikir melibatkan ide-ide dan intelek. Dengan berpikir manusia berusaha memahami hakikat manusia dan dirinya sendiri.
b.      Perasaan. Perasaan adalah fungsi evaluasi; Ia adalah nilai benda-benda,entah bersifat positif maupun negatif,bagi subjek. Fungsi perasaan memberikan kepada manusia pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan dan rasa sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.
c.       Pendirian. Pendirian adalah fungsi perceptual atau fungsi kenyataan.Ia menghasilkan fakta-fakta konkret atau bentuk-bentuk representasi dunia.
d.      Intuisi. Intuisi adalah persepsi melalui proses-proses tak sadar dan isi di bawah ambang kesadaran. Orang yang intuitif melampaui fakta-fakta, perasaan-perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan.
Pikiran dan perasaan disebut fungsi rasio karena mereka memakai akal, penilaian, abstraksi dan generalisasi. Mereka memungkinkan manusia menemukan hukum-hukum dalam alam semesta. Pendirian dan intuisi dipandang sebagai fungsi irrasional karena mereka didasarkan pada persepsi tentang hal-hal yang konkret, khusus dan aksidental.
Biasanya salah satu diantara keempat fungsi itu berkembang jauh melampaui ketiga lainnya,dan memainkan peranan yang lebih menonjol dalam kesadaran.Ini disebut fungsi superior. Salah satu dari ketiga fungsi lainnya biasanya bertindak sebagai pelengkap terhadap fungsi superior. Apabila fungsi kerja superior terhambat maka secara otomatis fungsi pelengkap menggantikan fungsi superior. Fungsi yang paling kurang berkembang dari keempat fungsi itu disebut fungsi inferior.Fungsi itu direpresikan dan menjadi tidak sadar. Fungsi inferior mengungkapkan diri dalam mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi. Fungsi inferior itu juga memilki fungsi pelengkap.

6.      Interaksi di Antara Sistem-Sistem Kepribadian
Berbagai sistem dan sikap serta fungsi yang hendak membangun seluruh kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara yang berbeda.
a.       Salah satu sistem bisa mengkompensasikan kelemahan sistem lain
Kompensasi bisa dijelaskan dengan interaksi antara sikap dan ektraversi dan introversi yang berlawanan. Apabila ektraversi merupakan sikap ego sadar yang dominan atau superior maka ketidaksadaran akan melakukan kompensasi dengan mengembangkan sikap intoversi yang direpresikan. Kompensasi juga terjadi antarfungsi. Seseorang yang menekankan pikiran dan persaan dalam kesadarannya akan menjadi intuitif, dan bertipe pendirian secara tak sadar. Demikian juga, ego dan anima pada seorang pria serta animus pada seorang wanita melahirkan hubungan kompensatorik satu sama lain. Ego pria normal adalah maskulin sedangkan anima adalah feminine dan ego wanita yang normal adalah feminin sedangkan animus maskulin.Pada umumnya, semua isi kesadaran dikompensasikan oleh isi-isi ketidaksadaran. Prinsip kompensasi memberikan semacam ekuilibrium atau keseimbangan antara unsur-unsur yang saling bertentangan sehingga mencegah psikhe menjadi tidak seimbang secara neurotis.
b.      Salah satu sistem bisa menentang sistem lain
Pertentangan terdapat dimana-mana dalam kepribadian; antara ego dan bayang-bayang,antara ego dan ketidaksadaran pribadi,antara persona dan anima atau animus, antara persona dan ketidaksadaran pribadi,antara kolektif dan ego,serta antara ketidaksadaran kolektif dan persona. Introversi bertentangan dan ekstraversi, pikiran bertentangan dengan perasaan,dan pendirian bertentangan dengan intuisi. Ego adalah seperti bola bulu tangkis yang dipukul bolak-balik antara tuntutan-tuntutan luar dari masyarakat dan tuntutan-tuntutan batin dari ketidaksadaran kolektif. Sebagai akibat dari pertarungan ini berkembanglah persona atau topeng. Persona kemudian diserang oleh arkhetipe-arkhetipe lain dalam ketidaksadaran kolektif.
c.       Dua sistem atau lebih bisa bersatu membentuk sintesis
Kesatuan dari yang berlawanan tercapai lewat apa yang oleh Jung disebut fungsi transenden. Bekerjanya fungsi ini menghasilkan sintesis antara sistem-sistem yang bertentangan dan membentuk kepribadian yang seimbang dan terintegrasi. Pusat dari kepribadian yang terintegrasi ini adalah diri (self).

2.4   Dinamika Kepribadian Carl Gustav Jung
a.      Energi Psikis
Energi psikis merupakan manifestasi kehidupan, yakni energi organisme sebagai system biologis. Energi psikis lahir seperti semua energi vital lain, yakni dari proses metabolic tubuh. Energi psikis tidak dapat diukur atau dirasakan, namun terungkap dalam bentuk daya-daya actual atau potensial. Keinginan, kemauan, perasaan, perhatian,dan perjuangan adalah contoh-contoh dari daya actual dalam kepribadian;disposisi, bakat, kecenderungan, kehendak hati, dan sikap adalah contoh daya potensial.

b.      Prinsip Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan unutk menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka jumlah yang akan dikeluarkan itu akan muncul di salah satu tempat lain dalam sistem.
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan dari salah satu system, misalnya ego, maka energi itu akan muncul pada suatu system yang lain, mungkin persona. Atau jika makin banyak nilai direpresikan ke dalam sisi bayang-bayang kepribadian, maka nilai itu akan tumbuh kuat dengan mengorbankan stuktur lain dalam kepribadian.

c.       Prinsip Entropi        

Prinsip entropi menyatakan bahwa jika dua benda yang berbeda suhunya bersentuhan maka panas akan mengalir dari benda yang suhunya lebih panas ke benda yang suhunya leih dingin. Prinsip entropi yang digunakan Jung unutk menerangkan dinamika kepribadian menyatakan bahwa distribusi energi dalam psikhe mencari keseimbangan. Misalnya orang yang terlalu ekstrovert terpaksa mengembangkan bagian introvert dari kodratnya. Kaidah umum dalam psikologi Jungian adalah setiap perkembangan yang berat sebelah akan menimbulkan konflik, tegangan, tekanan, sedangkan perkembangan yang seimbang dari semua unsur kepribadian akan menghasilkan keharmonisan, relaksasi dan kepuasan.

d.      Penggunaan Energi
Seluruh energi psikis digunakan untuk keperluan kehidupannya, dan untuk pembiakan spesies. Ini merupakan fungsi instingtif yang dibawa sejak lahir seperti lapar dan seks.

2.5    Perkembangan Kepribadian

1. Kausalitas versus Teleologi
Ide tentang tujuan yang membimbing dan mengarahkan nasib manusia pada haikikatnya merupakan penjelasan teleologis dan penjelasan finalistis. Pandang kausalitas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa sekarang ini adalah akibat atau hasil pengaruh dari keadaan atau sebab sebelumnya. Masa sekarang tidak hanya ditentukan oleh masa lampau (kausalitas) tetapi juga ditentukan oleh masa depan (teleologi).

2. Sinkronisitas
Gejala-gejala sinkronistik bisa dijelaskan berdasarkan hakikat arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe dikatakan bersifat psychoid yakni bersifat psikologis dan fisik sekaligus. Akibatnya, arkhetipe dapat membawa ke dalam kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik meskipun tidak ada persespi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Arkhetipe tidak menyebabkan dua peristiwa, tetapi ia memiliki suatu kualitas yang memungkinkan sinkronisitas itu terjadi. Prinsip sinkronisitas kiranya akan memperbaiki pandangan bahwa pikiran menyebabkan materialisasi atau terjadinya hal-hal yang dipikirkan.

3. Hereditas
Hereditas berkenaan dengan insting-insting biologis yang menjalankan fungsi pemeliharaan diri dan reproduksi. Insting merupakan dorongan batiniah untuk bertindak dengan cara tertentu, bila timbul suatu keadaan jaringan tertentu. Pandangan Jung tentang insting-insting tidak berbeda dengan pandangan yang dikemukakaan oleh biologi modern ( Jung. 1929, 1948c ). Disamping warisan insting-insting biologis terdapat juga “pengalaman pengalaman“ leluhur. Pengalaman-pengalaman ini, diwariskan dalam bentuk arkhetipe-arkhetipe.

4. Tahap-tahap perkembangan
Dalam tahun-tahun yang paling awal, libido di salurkan dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya tetap hidup. Sebelum usia lima tahun, nilai-nilai seksual mulai tampak dan mencapai puncaknya selama masa adolesen. Dalam masa muda seseorang dan awal tahun-tahun dewasa, insting-insting kehidupan dasar dan proses-proses vital meningkat.
Ketika individu mencapai usia 30-an atau awal 40-an terjadi perubahan nilai yang radikal. Orang yang berusia setengah baya menjadi lebih introvet dan kurang implusif. Kebijaksanaan dan kecerdasan menggantikan gairah fisik dan kejiwaan. Orang menjadi lebih spiritual. Peralihan ini merupakan peristiwa yang sangat menentukan dalam kehidupan seseorang. Ia merupakan saat yang paling berbahaya, karena kalau terjadi ketidakberesan selama perpindahan energi ini, kepribadian bisa menjadi lumpuh selamanya.

5. Progresi dan Regresi
Perkembangan dapat mengikuti gerak maju, progesif, atau gerak mundur, regresif. Progresi oleh Jung dimaksudkan bahwa ego sadar menyesuaikan diri sendiri secara memuaskan baik terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan luar maupun terhadap kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Dalam progesi yang normal, daya-daya yang berlawanan dipersatukan dalam suatu arus proses psikis yang terkoordinasi dan harmonis.

6. Proses individuasi
Perkembangan adalah mekarnya kebulatan asli yang tidak berdiferensiasi yang dimiliki manusia pada saat dilahirkan. Tujuan terakhir pemekaran ini adalah realisasi diri. Untuk memiliki kepribadian yang sehat dan terintegrasi, setiap sistem harus dibiarkan mencapai tingkat diferensiasi, perkembangan, dan pengungkapan yang paling penuh. Proses untuk mencapai ini disebut proses individuasi ( Jung, 1939, 1950 ).

7. Fungsi transenden
Apabila keanekaragaman telah dicapai lewat proses indiiduasi, maka sistem-sistem yang berdiferensiasi itu kemudian diintegrasikan oleh fungsi transenden ( Jung, 1916b ).

8. Sublimasi dan represi
Sublimasi bersifat progesif, represi bersifat regresif. Sublimasi menyebabkab psikhe bergerak maju, sedangakan represi menyebabkan psikhe bergerak mundur. Sublimasi menghasilkan rasionalitas, sedangkan represi menghasilkan irasionalitas. Sublimasi bersifat integratif sedangkan represi bersifat disintegratif.

9. Perlambangan
Lambang dalam psikologi Jungian mempunyai dua fungsi utama. Lambang merupakan usaha untuk memuaskan impuls instingtif yang terhambat, di lain pihak lambang merupakan perwujudan bahan arkhetipe. Lambang-lambang adalah bentuk representasi psikhe. Lambang-lambang tidak hanya mengungkapkan khazanah kebijaksanan umat manusia yang diperoleh secara rasial dan individual, tetapi lambang-lambang itu juga menggambarkan tingkat-tingkat perkembangan yang jauh mendahului perkembangan manusia sekarang.

2.6  Tahap-tahap Perkembangan Menurut Carl Gustav Jung



1.      Usia anak (childhood), dibagi menjadi tiga tahap :

a.    Tahap anarkis (0 – 6 tahun) Tahap ini ditandai dengan kesadaran yang kacau dan sporadic atau kadang ada kadang tidak.
b.   Tahap monarkis (6 – 8 tahun) Tahap ini ditandai dengan perkembangan ego, dan mulainya pikiran verbal dan logika. Pada tahap ini, anak memandang dirinya secara obyektif, sehingga sering secara tidak sadar mereka menganggap dirinya sebagai orang ketiga.
c.    Tahap dualistic (8 – 12 tahun) Tahap ini ditandai dengan pembagian ego menjadi 2, obyektif dan subyektif. Pada tahap ini, kesadaran terus berkembang. Anak kini memandang dirinya sebagai orang pertama, dan menyadari eksistensinya sebagai individu yang terpisah.
2.   Usia pemuda ( Youth and Young adult hood)
Tahap muda berlangsung mulai dari puberitas sampai usia pertengahan. Pemuda berjuang untuk mandiri secara fisik dan psikis dari orang tuanya. Tahap ini ditandai oleh meningkatnya kegiatan, matangnya seksual, tumbuh kembangnya kesadaran dan pemahaman bahwa era bebas masalah dari kehidupan anak-anak sudah hilang. Kesulitan utama yang sering dihadapi masalah kecenderungan untuk hidup seperti anak-anak dan menolak menghadapi masalah kekinian yang disebut prinsip konservatif.
Kelahiran jiwa terjadi pada awal puberitas, mengikuti terjadinya perubahan-perubahan fisik dan ledakan seksualitas. Tahap ini ditandai oleh perbedaan perlakuan kepada anak-anak menjadi perlakuan kepada orang dewasa dari orang tua mereka. Kepribadian selanjutnya harus dapat memutuskan dan menyesuaikan diri dengan kehidupan social.

3.    Usia pertengahan (middle hood)
Tahap ini dimulai antara usia 35 atau 40 tahun. Periode ini ditandai dengn aktualisasi potensi  yang sangat bervariasi. Pada tahap usia pertengahan, muncul kebutuhan nilai spiritual, yaitu kebutuhan yang selalu menjadi bagian dari jiwa, tetapi pada usia muda dikesampingkan, karena pada usia itu orang lebih tertarik pada nilai materialistic. Usia pertengahan adalah usia realisasi diri.
4.    Usia tua ( old age )
Usia tua ditandai dengan tenggelamnya alam sadar ke alam tak
dasar. Banyak diantara mereka yang mengalami kesengsaraan karena berorientasi pada masa lalu dan menjalani hidup tanpa tujuan



2 komentar: