BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Carl Gustav Jung
Carl Gustav Jung lahir pada tanggal 26 Juli
1875 di sebuah desa kecil di Swiss bernama Kessewil. Ayahnya bernama Paul Jung,
seorang pendeta desa dan ibunya bernama Emilie Preiswerk Jung. Ida lahir di
tengah keluarga besar yang cukup pendidikan. Di antara anggota keluarga
besar Jung senior, ada yang jadi pendeta dan punya pikiran yang eksentrik.
Jung senior mulai
mengajari Jung bahasa latin ketika dia berumur 6 tahun, dan inilah yang menjadi
awal minatnya pada bahasa dan sastra –khususnya sastra kuno. Di samping
bahasa-bahasa Eropa Barat modern, Jung dapat membaca beberapa bahasa kuno,
termasuk Sanskerta.
Semasa remaja, Jung adalah seorang yang penyendiri, tertutup dan sedikit tidak peduli
dengan masalah sekolah, apalagi dia tidak punya semangat bersaing. Dia kemudian
dimasukkan ke sekolah asrama di Basel, Swiss. Di sini, dia merasa tertekan
karena dicemburui oleh teman-temannya. Lalu dia mulai sering bolos dan pulang
ke rumah dengan alasan sakit.
Walaupun
awalnya bidang yang dia pilih adalah arkeologi, namun dia masuk ke fakultas
kedokteran di University of Basel. Karena bekerja bersama neurolog terkenal,
Kraft-Ebing, dia kemudian menetapkan psikiatri sebagai karier pilihannya.
Setelah lulus, dia bekerja di Burghoeltzli
Mental Hospital di Zurich di bawah bimbingan Eugene Bleuler, seorang pakar dan
penemu skizofrenia. Tahun 1903, dia menikahi Emma Rauschenbach. Dia juga
mengajar di University of Zurich, membuka praktik psikiatri dan menemukan
beberapa istilah yang masih tetap dipakai sampai sekarang.
Jung
sangat mengagumi Freud, dan berkesempatan bertemu pada tahun 1907. Pada
pertemuan pertama itu, Freud membatalkan kegiatannya dan mereka
berbincang-bincang selama 13 jam. Dampak pertemuan ini sangat luar biasa bagi
kedua pemikir ini. Freud akhirnya menyadari bahwa Jung-lah “Putra Mahkota” psikoanalisis
dan pewaris takhtanya.
Namun Jung tidak sepenuhnya berpegang pada
teori Freud. Hubungan mereka mernggang pada tahun 1909, sewaktu keduanya pergi
ke Amerika. Dalam sebuah pertemuan, keduanya berdebat panjang tentang mimpi
masing-masing dan Freud mulai membantah analisis Jung dengan cara yang tidak
cantik. Akhirnya dia menyerah dan mengusulkan agar perdebatan mereka
dihentikan, kalau dia tidak ingin otoritasnya hancur. Jung, sangat kecewa
dengan kejadian ini.
Perang
Dunia Pertama adalah masa-masa menyakitkan bagi Jung. Tapi pada masa ini Jung
melahirkan teori-teori kepribadian yang dikenal
sampai sekarang.
Setelah perang berakhir, Jung melakukan
perjalanan ke berbagai negara, misalnya, ke suku-suku primitif di Afrika,
Amerika dan India. Dia pensiun pada tahun 1946 dan menarik diri dari kehidupan
umum setelah istrinya meninggal di tahun 1955. Carl Gustav Jung meninggal pada
tangga 6 Juni 1961 di Zurich.
2.2 Dasar-dasar Teori Analatik Jung
Teori
kepribadian Jung dipandang sebagai teori psikoanalitik karena tekanannya pada
proses-proses tak sadar, namun berbeda dalam sejumlah hal penting dengan teori
kepribadian Freud. Menurut Jung, tingkah laku manusia ditentukan tidak hanya
oleh sejarah individu dan rasi (kausalitas) tetapi juga oleh tujuan-tujuan dan
aspirasi-aspirasi (teleologi). Baik masa lampau sebagai aktualitas maupun masa
depan sebagai potensialitas sama-sama membimbing tingkah laku orang sekarang.
Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dalam arti bahwa ia
melihat ke depan ke arah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan
retrospektif dalam arti bahwa ia memperhatikan masa lampau. Bagi Freud, hanya
ada pengulangan yang tak habis-habisnya atas tema-tema insting sampai ajal
menjelang. Bagi Jung, ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif,
pencarian ke arah keparipurnaan dan kepenuhan, serta kerinduan untuk lahir
kembali.
Teori
Jung juga berbeda dari semua pendekatan lain tentang kepribadian karena
tekanannya yang kuat pada dasar-dasar ras dan filogenetik kepribadian. Jung
melihat kepribadian individu sebagai produk dan wadah sejarah leluhur. Freud
menekankan asal-usul kepribadian pada kanak-kanak sedangkan Jung menekankan
asal-usul kepribadian pada ras.
2.3 Struktur Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung
1. Kesadaran (Consciusness)
Consciousness muncul pada awal kehidupan,
bahkan mungkin sebelum dilahirkan. Secara berangsur kesadaran bayi yang
umum-kasar, menjadi semakin spesifik ketika bayi itu mengenal manusia dan obyek
disekitarnya.
Menurut jung, hasil pertama dari proses
diferensiasi kesadaran itu adalah ego.
2. Ego
Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi-persepsi,ingatan-ingatan,pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sadar. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang,dan dari segi pandangan sang pribadi ego dipandang berada pada kesadaran.
Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi-persepsi,ingatan-ingatan,pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sadar. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang,dan dari segi pandangan sang pribadi ego dipandang berada pada kesadaran.
3. Ketidaksadaran
Pribadi (Personal Unconscius) dan kompleks (Complexes)
Ketidaksadaran pribadi adalah daerah yang berdekatan
dengan ego. Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman-pengalaman yang
pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau
diabaikan serta pengalaman-pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan
kesan sadar pada sang pribadi. Kompleks-kompleks. Kompleks adalah
kelompok yang terorganisasi atau konstelasi perasaan-perasaan, pikiran-pikiran,
persepsi-persepsi, ingatan-ingatan, yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi.
Kompleks memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik atau
“mengkonstelasikan” berbagai pengalaman kearahnya. (Jung,1934).
4. Ketidaksadaran
Kolektif (Collective Unconscius)
Ketidaksadaran
kolektif adalah gudang bekas-bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa
lampau leluhur seseorang, masa
lampau yang meliputi tidak hanya sejarah ras manusia sebagai suatu spesies
tersendiri tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya.
Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikik perkembangan evolusi manusia, sisa
yang menumpuk sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang berulang selama
banyak generasi. Semua manusia kurang lebih memiliki ketidaksadaran kolektif
yang sama. Jung menghubungkan sifat universal ketidaksadaran kolektif itu
dengan kesamaan stuktur otak pada semua ras manusia dan kesamaan ini sendiri
disebabkan oleh evolusi umum.
a. Arkhetipe-Arkhetipe
Arkhetipe
adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang
besar. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaran atau visi-visi yang
dalam kehidupan sadar normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi.
b. Persona
Persona
adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap
tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta terhadap
kebutuhan-kebutuhan arkhetipal sendiri(Jung,1945). Tujuan topeng adalah untuk
menciptakan kesan tertentu pada orang-orang lain dan sering kali, meski tidak
selalu, ia menyembunyikan hakikat sang pribadi yang sebenarnya.
c. Anima
dan animus
Manusia
pada hakikatnya merupakan makhluk biseksual. Pada tingakat fisiologis,
laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun perempuan, demikian juga
wanita.Pada tingkat psikologis,sifat-sifat maskulin dan feminin terdapat pada
kedua jenis. Jung mengaitkan sisi feminine kepribadian pria dan sisi maskulin
kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe fenimin pada pria
disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus (Jung,1945,1945b).
d. Bayang-bayang (Shadow)
Bayang-bayang
mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Sebagai arkhetipe, bayang-bayang melahirkan dalam diri kita
konsepsi tentang dosa asal; apabila bayang-bayang diproyeksikan keluar maka ia
menjadi iblis atau musuh.
e. Diri
(Self)
Arkhetipe yang mencerminkan perjuangan
manusia kearah kesatuan (Wilhelm dan Jung 1931). Diri adalah titk pusat
kepribadian, disekitar mana semua sistem lain terkonstelasikan. Ia
mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan kepribadian dengan kesatuan,
keseimbangan dan kestabilan pada kepribadian.
f.
Simbolisasi (Symbolization)
Simbol adalah tanda yang tampak yang mewakili hal lain (yang tidak
tampak). Arsetip yang terbenam di dalam taksadar kolektif hanya dapat
mengekspresikan diri melalui symbol-simbol. Hanya dengan menginterpretasi
symbol-simbol ini, yang muncul dalam mimpi, fantasi, penampakan (vision), mythe, seni, dll, dapat
diperoleh pengetahuan mengenai taksadar kolektif dan arsetipnya.
Simbol beroperasi dalam dua cara. Pertama, dalam bentuk retrospektif,
dibimbing oleh insting symbol mungkin secara sederhana menunjukkan impuls yang
karena alasan tertentu tidak terpuaskan. Kedua, dalam bentuk prospektif,
dibimbing oleh tujuan akhir kemanusiaan, simbol mengekspresikan kumpulan
kebijaksanaan yang telah dicapai, yang dapat diterapkan pada masa yang akan
datang.
4. Sikap
Jung
membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian,yakni sikap ekstraversi
dan sikap introversi. Sikap ektraversi mengarah sang pribadi ke dunia luar,
dunia objetif; sikap introversi mengarahkan orang ke dunia dalam,dunia
subjektif (1921). Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian tetapi
biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar. Apabila ego lebih bersifat
ekstavert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan
bersifat introvert. Misalnya, jika
seseorang egonya bersifat ekstraversi dalam hubungnnya dengan dunia luar,
termasuk orang lain, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat intoversi.
Bila orang egonya bersifat intoversi, kearah kepada dunia dalam yang bersifat
subjektif, maka ketidaksadaran pribadinya bersifat ekstaversi.
5.
Fungsi
Ada
empat fungsi psikologis fundamental:
a.
Pikiran. Berpikir melibatkan ide-ide dan intelek.
Dengan berpikir manusia berusaha memahami hakikat manusia dan dirinya sendiri.
b.
Perasaan. Perasaan adalah fungsi evaluasi; Ia adalah
nilai benda-benda,entah bersifat positif maupun negatif,bagi subjek. Fungsi
perasaan memberikan kepada manusia pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang
kenikmatan dan rasa sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.
c.
Pendirian. Pendirian adalah fungsi perceptual atau
fungsi kenyataan.Ia menghasilkan fakta-fakta konkret atau bentuk-bentuk
representasi dunia.
d.
Intuisi. Intuisi adalah persepsi melalui
proses-proses tak sadar dan isi di bawah ambang kesadaran. Orang yang intuitif
melampaui fakta-fakta, perasaan-perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat
kenyataan.
Pikiran dan perasaan disebut fungsi rasio
karena mereka memakai akal, penilaian, abstraksi dan generalisasi. Mereka
memungkinkan manusia menemukan hukum-hukum dalam alam semesta. Pendirian dan
intuisi dipandang sebagai fungsi irrasional karena mereka didasarkan pada persepsi
tentang hal-hal yang konkret, khusus dan aksidental.
Biasanya salah satu diantara keempat fungsi itu berkembang jauh melampaui ketiga lainnya,dan memainkan peranan yang lebih menonjol dalam kesadaran.Ini disebut fungsi superior. Salah satu dari ketiga fungsi lainnya biasanya bertindak sebagai pelengkap terhadap fungsi superior. Apabila fungsi kerja superior terhambat maka secara otomatis fungsi pelengkap menggantikan fungsi superior. Fungsi yang paling kurang berkembang dari keempat fungsi itu disebut fungsi inferior.Fungsi itu direpresikan dan menjadi tidak sadar. Fungsi inferior mengungkapkan diri dalam mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi. Fungsi inferior itu juga memilki fungsi pelengkap.
Biasanya salah satu diantara keempat fungsi itu berkembang jauh melampaui ketiga lainnya,dan memainkan peranan yang lebih menonjol dalam kesadaran.Ini disebut fungsi superior. Salah satu dari ketiga fungsi lainnya biasanya bertindak sebagai pelengkap terhadap fungsi superior. Apabila fungsi kerja superior terhambat maka secara otomatis fungsi pelengkap menggantikan fungsi superior. Fungsi yang paling kurang berkembang dari keempat fungsi itu disebut fungsi inferior.Fungsi itu direpresikan dan menjadi tidak sadar. Fungsi inferior mengungkapkan diri dalam mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi. Fungsi inferior itu juga memilki fungsi pelengkap.
6.
Interaksi di Antara
Sistem-Sistem Kepribadian
Berbagai sistem dan sikap serta fungsi yang hendak membangun seluruh
kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara yang berbeda.
a.
Salah satu sistem bisa
mengkompensasikan kelemahan sistem lain
Kompensasi bisa dijelaskan dengan interaksi
antara sikap dan ektraversi dan introversi yang berlawanan. Apabila ektraversi
merupakan sikap ego sadar yang dominan atau superior maka ketidaksadaran akan
melakukan kompensasi dengan mengembangkan sikap intoversi yang direpresikan.
Kompensasi juga terjadi antarfungsi. Seseorang yang menekankan pikiran dan
persaan dalam kesadarannya akan menjadi intuitif, dan bertipe pendirian secara
tak sadar. Demikian juga, ego dan anima pada seorang pria serta animus pada seorang
wanita melahirkan hubungan kompensatorik satu sama lain. Ego pria normal adalah
maskulin sedangkan anima adalah feminine dan ego wanita yang normal adalah
feminin sedangkan animus maskulin.Pada umumnya, semua isi kesadaran
dikompensasikan oleh isi-isi ketidaksadaran. Prinsip kompensasi memberikan
semacam ekuilibrium atau keseimbangan antara unsur-unsur yang saling
bertentangan sehingga mencegah psikhe menjadi tidak seimbang secara neurotis.
b.
Salah satu sistem bisa
menentang sistem lain
Pertentangan terdapat dimana-mana dalam
kepribadian; antara ego dan bayang-bayang,antara ego dan ketidaksadaran
pribadi,antara persona dan anima atau animus, antara persona dan ketidaksadaran
pribadi,antara kolektif dan ego,serta antara ketidaksadaran kolektif dan
persona. Introversi bertentangan dan ekstraversi, pikiran bertentangan dengan
perasaan,dan pendirian bertentangan dengan intuisi. Ego adalah seperti bola
bulu tangkis yang dipukul bolak-balik antara tuntutan-tuntutan luar dari
masyarakat dan tuntutan-tuntutan batin dari ketidaksadaran kolektif. Sebagai
akibat dari pertarungan ini berkembanglah persona atau topeng. Persona kemudian
diserang oleh arkhetipe-arkhetipe lain dalam ketidaksadaran kolektif.
c.
Dua sistem atau lebih bisa
bersatu membentuk sintesis
Kesatuan dari yang berlawanan tercapai lewat
apa yang oleh Jung disebut fungsi transenden. Bekerjanya fungsi ini
menghasilkan sintesis antara sistem-sistem yang bertentangan dan membentuk
kepribadian yang seimbang dan terintegrasi. Pusat dari kepribadian yang terintegrasi
ini adalah diri (self).
2.4 Dinamika Kepribadian Carl Gustav Jung
a. Energi
Psikis
Energi psikis merupakan
manifestasi kehidupan, yakni energi organisme sebagai system biologis. Energi
psikis lahir seperti semua energi vital lain, yakni dari proses metabolic
tubuh. Energi psikis tidak dapat diukur atau dirasakan, namun terungkap dalam
bentuk daya-daya actual atau potensial. Keinginan, kemauan, perasaan,
perhatian,dan perjuangan adalah contoh-contoh dari daya actual dalam
kepribadian;disposisi, bakat, kecenderungan, kehendak hati, dan sikap adalah
contoh daya potensial.
b. Prinsip
Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi
menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan unutk menghasilkan suatu kondisi
tertentu, maka jumlah yang akan dikeluarkan itu akan muncul di salah satu tempat
lain dalam sistem.
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi
dikeluarkan dari salah satu system, misalnya ego, maka energi itu akan muncul
pada suatu system yang lain, mungkin persona. Atau jika makin banyak nilai
direpresikan ke dalam sisi bayang-bayang kepribadian, maka nilai itu akan
tumbuh kuat dengan mengorbankan stuktur lain dalam kepribadian.
c.
Prinsip Entropi
Prinsip entropi menyatakan
bahwa jika dua benda yang berbeda suhunya bersentuhan maka panas akan mengalir
dari benda yang suhunya lebih panas ke benda yang suhunya leih dingin. Prinsip
entropi yang digunakan Jung unutk menerangkan dinamika kepribadian menyatakan
bahwa distribusi energi dalam psikhe mencari keseimbangan. Misalnya orang yang
terlalu ekstrovert terpaksa mengembangkan bagian introvert dari kodratnya.
Kaidah umum dalam psikologi Jungian adalah setiap perkembangan yang berat
sebelah akan menimbulkan konflik, tegangan, tekanan, sedangkan perkembangan
yang seimbang dari semua unsur kepribadian akan menghasilkan keharmonisan,
relaksasi dan kepuasan.
d.
Penggunaan Energi
Seluruh energi psikis digunakan untuk keperluan
kehidupannya, dan untuk pembiakan spesies. Ini merupakan fungsi instingtif yang
dibawa sejak lahir seperti lapar dan seks.
2.5 Perkembangan
Kepribadian
1. Kausalitas versus Teleologi
Ide tentang tujuan yang membimbing dan mengarahkan nasib manusia pada haikikatnya merupakan penjelasan teleologis dan penjelasan finalistis. Pandang kausalitas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa sekarang ini adalah akibat atau hasil pengaruh dari keadaan atau sebab sebelumnya. Masa sekarang tidak hanya ditentukan oleh masa lampau (kausalitas) tetapi juga ditentukan oleh masa depan (teleologi).
Ide tentang tujuan yang membimbing dan mengarahkan nasib manusia pada haikikatnya merupakan penjelasan teleologis dan penjelasan finalistis. Pandang kausalitas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa sekarang ini adalah akibat atau hasil pengaruh dari keadaan atau sebab sebelumnya. Masa sekarang tidak hanya ditentukan oleh masa lampau (kausalitas) tetapi juga ditentukan oleh masa depan (teleologi).
2. Sinkronisitas
Gejala-gejala sinkronistik bisa dijelaskan berdasarkan hakikat arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe dikatakan bersifat psychoid yakni bersifat psikologis dan fisik sekaligus. Akibatnya, arkhetipe dapat membawa ke dalam kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik meskipun tidak ada persespi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Arkhetipe tidak menyebabkan dua peristiwa, tetapi ia memiliki suatu kualitas yang memungkinkan sinkronisitas itu terjadi. Prinsip sinkronisitas kiranya akan memperbaiki pandangan bahwa pikiran menyebabkan materialisasi atau terjadinya hal-hal yang dipikirkan.
Gejala-gejala sinkronistik bisa dijelaskan berdasarkan hakikat arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe dikatakan bersifat psychoid yakni bersifat psikologis dan fisik sekaligus. Akibatnya, arkhetipe dapat membawa ke dalam kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik meskipun tidak ada persespi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Arkhetipe tidak menyebabkan dua peristiwa, tetapi ia memiliki suatu kualitas yang memungkinkan sinkronisitas itu terjadi. Prinsip sinkronisitas kiranya akan memperbaiki pandangan bahwa pikiran menyebabkan materialisasi atau terjadinya hal-hal yang dipikirkan.
3. Hereditas
Hereditas berkenaan dengan insting-insting biologis yang menjalankan fungsi pemeliharaan diri dan reproduksi. Insting merupakan dorongan batiniah untuk bertindak dengan cara tertentu, bila timbul suatu keadaan jaringan tertentu. Pandangan Jung tentang insting-insting tidak berbeda dengan pandangan yang dikemukakaan oleh biologi modern ( Jung. 1929, 1948c ). Disamping warisan insting-insting biologis terdapat juga “pengalaman pengalaman“ leluhur. Pengalaman-pengalaman ini, diwariskan dalam bentuk arkhetipe-arkhetipe.
Hereditas berkenaan dengan insting-insting biologis yang menjalankan fungsi pemeliharaan diri dan reproduksi. Insting merupakan dorongan batiniah untuk bertindak dengan cara tertentu, bila timbul suatu keadaan jaringan tertentu. Pandangan Jung tentang insting-insting tidak berbeda dengan pandangan yang dikemukakaan oleh biologi modern ( Jung. 1929, 1948c ). Disamping warisan insting-insting biologis terdapat juga “pengalaman pengalaman“ leluhur. Pengalaman-pengalaman ini, diwariskan dalam bentuk arkhetipe-arkhetipe.
4. Tahap-tahap perkembangan
Dalam tahun-tahun yang paling awal, libido di salurkan dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya tetap hidup. Sebelum usia lima tahun, nilai-nilai seksual mulai tampak dan mencapai puncaknya selama masa adolesen. Dalam masa muda seseorang dan awal tahun-tahun dewasa, insting-insting kehidupan dasar dan proses-proses vital meningkat.
Dalam tahun-tahun yang paling awal, libido di salurkan dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya tetap hidup. Sebelum usia lima tahun, nilai-nilai seksual mulai tampak dan mencapai puncaknya selama masa adolesen. Dalam masa muda seseorang dan awal tahun-tahun dewasa, insting-insting kehidupan dasar dan proses-proses vital meningkat.
Ketika individu mencapai usia 30-an
atau awal 40-an terjadi perubahan nilai yang radikal. Orang yang berusia
setengah baya menjadi lebih introvet dan kurang implusif. Kebijaksanaan dan
kecerdasan menggantikan gairah fisik dan kejiwaan. Orang menjadi lebih
spiritual. Peralihan ini merupakan peristiwa yang sangat menentukan dalam
kehidupan seseorang. Ia merupakan saat yang paling berbahaya, karena kalau
terjadi ketidakberesan selama perpindahan energi ini, kepribadian bisa menjadi
lumpuh selamanya.
5. Progresi dan Regresi
Perkembangan dapat mengikuti gerak maju, progesif, atau gerak mundur, regresif. Progresi oleh Jung dimaksudkan bahwa ego sadar menyesuaikan diri sendiri secara memuaskan baik terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan luar maupun terhadap kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Dalam progesi yang normal, daya-daya yang berlawanan dipersatukan dalam suatu arus proses psikis yang terkoordinasi dan harmonis.
Perkembangan dapat mengikuti gerak maju, progesif, atau gerak mundur, regresif. Progresi oleh Jung dimaksudkan bahwa ego sadar menyesuaikan diri sendiri secara memuaskan baik terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan luar maupun terhadap kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Dalam progesi yang normal, daya-daya yang berlawanan dipersatukan dalam suatu arus proses psikis yang terkoordinasi dan harmonis.
6. Proses individuasi
Perkembangan adalah mekarnya kebulatan asli yang tidak berdiferensiasi yang dimiliki manusia pada saat dilahirkan. Tujuan terakhir pemekaran ini adalah realisasi diri. Untuk memiliki kepribadian yang sehat dan terintegrasi, setiap sistem harus dibiarkan mencapai tingkat diferensiasi, perkembangan, dan pengungkapan yang paling penuh. Proses untuk mencapai ini disebut proses individuasi ( Jung, 1939, 1950 ).
Perkembangan adalah mekarnya kebulatan asli yang tidak berdiferensiasi yang dimiliki manusia pada saat dilahirkan. Tujuan terakhir pemekaran ini adalah realisasi diri. Untuk memiliki kepribadian yang sehat dan terintegrasi, setiap sistem harus dibiarkan mencapai tingkat diferensiasi, perkembangan, dan pengungkapan yang paling penuh. Proses untuk mencapai ini disebut proses individuasi ( Jung, 1939, 1950 ).
7. Fungsi transenden
Apabila keanekaragaman telah dicapai lewat proses indiiduasi, maka sistem-sistem yang berdiferensiasi itu kemudian diintegrasikan oleh fungsi transenden ( Jung, 1916b ).
Apabila keanekaragaman telah dicapai lewat proses indiiduasi, maka sistem-sistem yang berdiferensiasi itu kemudian diintegrasikan oleh fungsi transenden ( Jung, 1916b ).
8. Sublimasi dan represi
Sublimasi bersifat progesif, represi
bersifat regresif. Sublimasi menyebabkab psikhe bergerak maju, sedangakan
represi menyebabkan psikhe bergerak mundur. Sublimasi menghasilkan
rasionalitas, sedangkan represi menghasilkan irasionalitas. Sublimasi bersifat
integratif sedangkan represi bersifat disintegratif.
9. Perlambangan
Lambang dalam psikologi Jungian
mempunyai dua fungsi utama. Lambang merupakan usaha untuk memuaskan impuls
instingtif yang terhambat, di lain pihak lambang merupakan perwujudan bahan arkhetipe.
Lambang-lambang adalah bentuk representasi psikhe. Lambang-lambang tidak hanya
mengungkapkan khazanah kebijaksanan umat manusia yang diperoleh secara rasial
dan individual, tetapi lambang-lambang itu juga menggambarkan tingkat-tingkat
perkembangan yang jauh mendahului perkembangan manusia sekarang.
2.6 Tahap-tahap
Perkembangan
Menurut Carl
Gustav Jung
1. Usia anak (childhood), dibagi menjadi tiga tahap :
a. Tahap anarkis (0 – 6 tahun) Tahap ini ditandai dengan
kesadaran yang kacau dan sporadic atau kadang ada kadang tidak.
b. Tahap monarkis (6 – 8 tahun) Tahap ini ditandai dengan
perkembangan ego, dan mulainya pikiran verbal dan logika. Pada tahap ini, anak
memandang dirinya secara obyektif, sehingga sering secara tidak sadar mereka
menganggap dirinya sebagai orang ketiga.
c. Tahap dualistic (8 – 12 tahun) Tahap ini ditandai
dengan pembagian ego menjadi 2, obyektif dan subyektif. Pada tahap ini,
kesadaran terus berkembang. Anak kini memandang dirinya sebagai orang pertama,
dan menyadari eksistensinya sebagai individu yang terpisah.
2. Usia
pemuda ( Youth and Young adult hood)
Tahap muda berlangsung mulai
dari puberitas sampai usia pertengahan. Pemuda berjuang untuk mandiri secara
fisik dan psikis dari orang tuanya. Tahap ini ditandai oleh meningkatnya
kegiatan, matangnya seksual, tumbuh kembangnya kesadaran dan pemahaman bahwa era
bebas masalah dari kehidupan anak-anak sudah hilang. Kesulitan utama yang
sering dihadapi masalah kecenderungan untuk hidup seperti anak-anak dan menolak
menghadapi masalah kekinian yang disebut prinsip konservatif.
Kelahiran jiwa terjadi pada
awal puberitas, mengikuti terjadinya perubahan-perubahan fisik dan ledakan
seksualitas. Tahap ini ditandai oleh perbedaan perlakuan kepada anak-anak
menjadi perlakuan kepada orang dewasa dari orang tua mereka. Kepribadian
selanjutnya harus dapat memutuskan dan menyesuaikan diri dengan kehidupan
social.
3.
Usia
pertengahan (middle hood)
Tahap ini
dimulai antara usia 35 atau 40 tahun. Periode ini ditandai dengn aktualisasi
potensi yang sangat bervariasi. Pada tahap usia pertengahan, muncul
kebutuhan nilai spiritual, yaitu kebutuhan yang selalu menjadi bagian dari
jiwa, tetapi pada usia muda dikesampingkan, karena pada usia itu orang lebih
tertarik pada nilai materialistic. Usia pertengahan adalah usia realisasi diri.
4. Usia tua ( old age )
Usia tua ditandai dengan tenggelamnya alam sadar ke
alam tak
dasar. Banyak diantara mereka yang mengalami kesengsaraan karena
berorientasi pada masa lalu dan menjalani hidup tanpa tujuan
dapusnya ga ada?
BalasHapusbagus banget buat dibaca
BalasHapusalfamart kantor pusat